MENYEDERHANAKAN PEMAHAMAN MENULIS BUKU
MENYEDERHANAKAN PEMAHAMAN MENULIS BUKU
Bagian Pertama dari Dua Tulisan
Penulis: Chaerudin A. Ewa*
Kamis, 28 November 2024 lalu, saya diminta untuk mengisi materi lokakarya di SMK Negeri 1 Labuan, sekira 1 jam perjalanan dari Kota Palu. Saya yang berkecimpung dalam dunia penulisan menyambut baik hal ini, dalam konteks bahwa literasi dalam pandangan saya khususnya menulis memang idealnya difokuskan pada aspek aksi, bukan teori semata.
Benar saja, kegiatan ini merupakan rangkaian dari tahapan program yang muara akhirnya adalah para guru yang terlibat dalam lokakarya diarahkan untuk menulis buku, ini sesuai dengan pemikiran saya. Karena saya termasuk yang banyak mengkritik pelatihan-pelatihan penulisan dan sejenisnya yang hanya sekedar berhenti pada aspek seremoni tetapi setelah itu tidak aksi keberlanjutan. Lokakarya ini sendiri menurut informasi dari Bapak H. Moh. Gazali, ST selaku Ketua PK-SMK yang menjadi penanggungjawab kegiatan, merupakan lokakarya ketiga. Tugas yang diberikan kepada saya adalah memberikan pemahaman seputar penulisan buku dan bagaimana buku tersebut dapat memenuhi standar dan syarat ISBN. Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dalam bentuk aksi penulisan buku yang melibatkan para guru SMKN 1 Labuan sesuai bidang jurusan dan minat masing-masing.
Berdasarkan apa yang saya alami selama mengawal eksistensi Penerbit Magama, penulisan buku memang sejatinya harus terus digerakkan. Sebab semangat yang sama juga menjadi awal dari hadirnya Penerbit Magama. Sebagai penulis yang merintis dari awal, saya termasuk yang merasakan sulitnya menerbitkan buku di daerah. Selama ini proses penerbitan buku (terutama ketika ber-ISBN) umumnya harus dilakukan di Pulau Jawa. Maka Penerbit Magama didirikan untuk menjawab hal tersebut, menjawab kebutuhan para penulis di daerah agar tidak lagi terkendala waktu dan jarak, untuk harus menerbitkan buku di Pulau Jawa.
Maka dalam kesempatan tersebut saya kembali menyinggung tentang pentingnya penulisan buku. Sebab penulisan buku sebenarnya merentang sejarah yang panjang sejak zaman kuno ketika buku masih ditulis tangan hingga saat ini ketika buku bahkan tak selalu tampil dalam bentuk fisik tetapi juga dalam bentuk file-file digital yang disebut dengan e-book.
Buku bukan hanya melintas sejarah yang panjang, namun dalam praktiknya juga memiliki fungsi dan urgensi beragam. Sebagai media komunikasi tertulis, buku memegang perannya yang efektif karena praktis, ekonomis dan memiliki jangkauan yang bisa sangat luas bahkan tak terkendala keterbatasan teknologi internet untuk buku fisik. Pada sisi lain buku juga bisa berperan sebagai penyaluran hobi, yang dimana di dalamnya berkecimpung banyak pribadi sesuai dengan minat dan bidang masing-masing misalnya seni, budaya dan tentu saja sebagai media aktualisasi diri, mengembangkan dan memublikasikan gagasan penulisnya.
Buku dapat pula berperan sebagai personal branding, memperkuat citra positif dari penulisnya, apapun profesi dan pekerjaan yang dilakoninya, dengan menulis akan memperkuat kepercayaan masyarakat akan kapasitas penulisnya dalam profesi yang ditekuninya. Masyarakat akan lebih percaya kapasitas dan kemampuan seseorang yang menekuni profesi tertentu jika ada buku tertulis dalam bentuk buku terkait profesi yang dijalaninya. Lalu faktanya kemudian dalam berbagai profesi, buku memang memiliki tempat sebagai bagian dari tanggung jawab profesi juga sebagai nilai poin fortofolio.
MEMULAI MENULIS BUKU
Nah, bagaimana kita memahami konstruksi dasar penulisan buku? Dengan format yang sesederhana mungkin saya berusaha menjelaskan bahwa anatomi sebuah buku yang merupakan pengembangan lebih komplek dari format tulisan yang lebih sederhana tak lebih dari 3 (tiga) bagian pokok yakni: (1) pembuka/pendahuluan, (2) bagian Isi/Inti/pokok pikiran, dan (3) penutup. Konstruksi yang sama juga diterapkan pada tulisan yang lebih sederhana, seperti artikel maupun opini. Dari sanalah konstruksi berfikir dalam penyusunan buku itu dibangun.
Jika terkait dengan ISBN sebagai prosedural, maka ada filosofi dasar yang harus dipahami bahwa buku dibuat, disusun dan dipublikasikan berdasarkan kebutuhan umum bukan terbatas pada ruang keilmuan tertentu. Hal ini yang menjadi dasar penulisan buku ber-ISBN berdasarkan ketentuan terbaru. Sehingga hal ini menjadi alasan naskah-naskah penelitian seperti skripsi, tesis, disertasi maupun naskah sejenis tidak lagi diakomodir pengajuan registrasinya berdasarkan ketentuan ISBN terbaru.
Hal ini berbeda dengan orientasi segementasi pembaca dimana buku itu dibuat. Segmentasi pembaca adalah pendekatan dalam penulisan buku, sehingga isinya tidak bias. Segmentasi tersebut bisa berupa tema, gaya bahasa dan peruntukan usia.
Pada saat yang sama salah satu aspek penting penulisan yang harus dipahami adalah aspek pengeditan. Aspek pengeditan merupakan pembenahan naskah yang dilakukan untuk memastikan buku tersebut layak dipublikasi dan sampai kepada pembaca. Aspek pengeditan ini kadang diabaikan ataupun menjadi infomasi yang tertinggal dalam sebuah proses penerbitan buku. Akibatnya seorang penulis menjadi ragu menerbitkan karyanya karena dianggap memiliki banyak kekurangan, tidak disukai ataupun tidak layak terbit.
Sebenarnya tidak ada pakem baku bagaimana sebuah buku itu mulai dibuat. Tataran teori yang menyebutkan tahapan sebuah buku dibuat tidak lebih dari sekadar memandu penulis agar kegiatan penulisan buku itu menjadi lebih terarah. Tetapi penulis sendiri jangan menjadi kaku dan kemudian kehilangan kreatifitas untuk keluar dari pakem tahapan penulisan buku. Sama dengan semangat yang banyak dikemukakan oleh penulis-penulis seior bahwa cara menulis sebenarnya adalah 3 (tiga) yakni: 1) menulis, 2) menulis, dan 3) menulis. Sehingga cara memulai menulis buku adalah dengan menulis, tidak ada cara lain. Tahapan seperti pembuatan tema, kerangka dan draf awal adalah tak lebih dari cara memudahkan penulis memulai menulis bukan justru dijadikan hambatan yang membatasi penulis dalam menghasilkan karyanya.
Tetapi seperti disinggung sebelumnya tentang tujuan penulisan buku yang diperuntukkan bagi umum, maka sejak awal kesadaran tersebut harus hadir dalam jiwa dan pikiran penulis. Sebuah kesadaran bahwa ketika tulisan dibuat dan dipublikasi siap untuk mendapatkan umpan balik dari pembaca. Buku yang dibuat akan dibaca dan dikoreksi oleh pembaca, itu lumrah dan bukan sebuah hal yang harus ditakutkan.
* Penulis adalah Direktur Penerbit Magama dan Sekretaris Ikapi Sulawesi Tengah.
Baca dan download dalam format PDF: MENYEDERHANAKAN PEMAHAMAN MENULIS BUKU
Posting Komentar
0 Komentar