Tokoh Lintas Agama Menyoal Radikalisme dan Penguatan Budaya Lokal

Buku ini berjudul Tokoh Lintas Agama Menyoal Radikalisme Dan Penguatan Budaya Lokal, merupakan sebuah pandangan dari tokoh lintas agama dan mencari solusi melalui penguatan budaya lokal. Harapannya, budaya local dapat digunakan sebagai sebuah strategi guna mengatasi paham radikalisme agar tidak terjebak pada aksi teroris. Tokoh lintas agama yang dimaksudkan adalah tokoh agama Islam (Muhammadiyah, UN dan Al-KHairat); Kristen (Khatolik dan Protestan) maupun Hindu dan Bhudha.  

Hasil kajian menunjukkan, bahwa walaupun radikalisme dapat dibedakan pada dua pengertian, yaitu radikalisme dalam konsep berpikir sifatnya abstrak dan radikalisme dalam bentuk tindakan (konkrit) namun radikalisme dalam bentuk konsep juga berpotensi menjadi sebuah gerakan teroris. Namun tokoh agama sepakat dalam mengatasi radikalisme agar tidak berkembang menjadi sebuah gerakan diperlukan komunikasi tokoh lintas agama dimaksimalkan dan membangun budaya lokal sebagai sebuah kekuatan untuk mengatasi hal tersebut.

Buku ini ini juga menampilkan hasil riset terdahulu agar dapat dipastikan, bahwa kajian ini tidak sama dengan kajian terdahulu. Oleh karena itu, keaslian buku ini sangat dijamin terkecuali adanya kutipan karya orang lain baik dalam bentuk tulisan maupun pernyataan di media massa dan dengan jelas  mencantumkan sumbernya.

Buku ini menjadi menarik untuk dibaca, karena pandangan tokoh agama di Kota Palu terhadap radikalisme dalam konteks pemikiran atau gagasan tidak dipersolkan karena setiap pemeluk agama pada dasarnya ingin kembali pada dasar kemurnian agamanya. Meyakini kebenaran hakiki agama adalah suatu syarat keimanan pada setiap pemeluk agama, namun klaim kebenaran jika disertai dengan kecenderungan menyalahkan dan menafikkan kebenaran pemeluk agama yang lain  dapat memicu bibit radikalisme. 

Pandangan tokoh agama di Kota Palu terhadap radikalisme dalam konteks aksi dan gerakan adalah sesuatu yang melanggar seluruh nilai-nilai dasar agama, tidak ada agama yang membenarkan dan mentolirir aksi tindakan kekerasan. Selain itu, kajian ini dianalisis dengan menggunakan teori Deprivasi, bahwa terjadinya radikalisme menurut Glock dan Stark disebabkan adanya deprivasi, yaitu keadaan psikologis di mana seseorang merasakan ketidakpuasan atau kesenjangan atau kekurangan yang subyektif pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan kelompok lain.

Kajian ini juga merekomendasikan perlunya program kolaborasi atau kerjasama antara pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dalam mencegah tumbuhnya radikalisme; Menumbuhkan kembali budaya kearifan lokal budaya Sintuvu, budaya Libu, dan Tonda Talusi dalam lingkungan masyarakat yang menajadi dasar dalam mencegah tumbuhnya radikalisme secara dini; Perlu ada program ekonomi multikultural dalam artian program ekonomi harus memperhatikan komposisi penduduk atas dasar suku, agama, maupun antar golongan dalam mencegah tumbuhnya radikalisme. Program ekonomi tersebut dapat melalui usaha-usaha program pemberdayaan ekonomi rakyat, serta menciptakan iklim investasi, serta memasukan kurikulum, terutama pada pendidikan dasar tentang keberagaman baik aspek agama maupun aspek budaya.

Terakhir, dengan penuh kerendahan hati, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan kedepan dan selamat membaca, semoga bermanfaat dan mohon maaf segala kekurangannya.(*)

 

Posting Komentar

0 Komentar